15 November 2007

TEMBOK PERLINDUNGAN

Tulisan ini diambil dari buku "DOA SYAFAAT" karangan Dutch Sheets, penerbit Immanuel, halaman 91-92, dengan perubahan seperlunya.




Ketika kami berkendaraan pulang di tengah-tengah cuaca yang buruk, suamiku, Gene, menyalakan radio unruk mendengarkan berita lokal. Awan-awan berbentuk corong memenuhi langit. Setibanya di rumah , segalanya hening mencekam.

Tidak berapa lama kemudian, angin mulai bertiup dengan keras. Pohon-pohon tumbang dan tembok rumah kami mulai bergetar. Jendela-jendela berderik-derik, dan terdengar hujan es jatuh di atas garasi.

"Cepat masuk ke ruang tengah dan tutup pintu," seru suamiku. "Ambil bantal, selimut, dan senter."
"Nenek, aku takut," jerit William, cucu kami yang baru berusia lima tahun.
"Yesus akan melindungi kita. Jangan takut," kataku.

Tiba-tiba sirine tanda bahaya berbunyi keras di kota kecil kami. Tembok-tembok bergerak-gerak seakan-akan tidak ada yang menyangga mereka.
"Jika kita tidak sedang mengalami tornado, pasti kita mengalaminya sebentar lagi," seru Gene sambil berlari ke ruang tengah.
"Mari kita bergandengan tangan dan duduk di lantai," kataku.
"Aku mencintai kalian," kata Gene sambil menyelimuti kami dengan selimut dan bantal, dan melindungi kami dengan tubuhnya. Ia melingkarkan tangannya merangkul kami.

Sekonyong-konyong angin yang amat dahsyat menghempaskan kami dan menarik kami semua menjadi seperti sebuah bola.
"Doa! Tetap berdoa!" seru Gene.
"Allah yang Maha Kuasa, tolong kami!" teriak kami.

Duarr! terjadi ledakan.
Jendela-jendela hancur, kaca-kaca melayang-layang di mana-mana.
Duarr! Terjadi ledakan lain.
Tembok kami berlubang. Puing-puing terbang ke segala arah seperti anak panah.

"Yesus tolong kami! Kaulah Juruselamat kami! Kaulah Raja Kami!" teriakku.
Ketika aku melihat ke atas, atap rumah mulai berjatuhan menimpa kami. Bahkan sebuah tangga jatuh menghantam punggung suamiku.

"Sekarang mulai memuji Dia," seru Gene ditengah-tengah deru angin.
Ledakan berikutnya adalah yang paling buruk. Kami tidak mampu melakukan apa-apa. Hanya Tuhan yang sanggup menolong kami.
Segalanya di luar kontrol, tapi kami mengenal kadaulatan Allah.
Kami menyadari bahwa maut dapat menerkam setiap saat. Akan tetapi kami berseru, "Terima kasih Yesus! Terima kasih Tuhan!"

Tiba-tiba kedamaian memenuhi hatiku seperti air bah. Suara yang manis memenuhi hatiku,"Aku telah mendengar seruan minta tolongmu. Aku telah menjinakkan langit untukmu. Apapaun yang terjadi di sekelilingmu, Aku ada di sini untuk melindungi kalian."
Air mata membanjiri wajahku karena aku tahu bahwa Ia akan menolong kami. Seakan-akan lengan-Nya yang kuat merangkul kami. Kami tahu bahwa kami akan selamat.

Akhirnya, tornado reda. Hujan yang amat deras membasahi kami. Kami selamat.
"Aku sangat bersyukur kita selamat," kata Wendy, putri kami. " Yesus melindungi kita, bukan?"
Meskipun terkubur di bawah puing-puing kecil yang banyak sekali, rambut kami penuh dengan pecahan kaca, kami selamat dan hanya mengalami luka-luka kecil.

Beberapa orang tewas dan banyak yang terluka parah karena musibah tornado yang mengerikan itu. Akan tetapi tangan Allah yang kuat itu melindungi keluarga kami. Kami memiliki hak istimewa untuk menceritakan kembali kisahnya di The Dallas Morning.



hanya karena kasih setia-Nya,
iwan

Tidak ada komentar: