19 November 2007

BERBAGI HUKUMAN

Tulisan ini diambil dari buku "DOA SYAFAAT" karangan Dutch Sheets, penerbit Immanuel, halaman 70-72, dengan perubahan seperlunya.




Steven, 14 tahun, telah membolos sekolah selama 3 hari berturut-turut. Kenakalan ini terungkap setelah pihak sekolah menelpon ke rumah untuk menanyakan keadaannya.
Orang tua Steven lebih marah terhadap kebohongan Steven daripada kenakalan membolos sekolah.
Setelah berdoa bersama Steven, orang tuanya memutuskan hukuman untuk kebohongannya tersebut.
"Steven, tahukah kamu betapa pentingnya kita untuk saling mempercayai satu sama lain?"
"Ya, ayah"
"Bagaimana kita bisa saling mempercayai kalau kita tidak mengatakan hal yang sebenarnya? Itulah sebabnya berbohong adalah suatu perbuatan yang sangat buruk. Bukan hanya berbohong itu dosa, tetapi berbohong juga menghancurkan kemampuan kita untuk saling mempercayai. Kamu mengerti?"
"Ya, ayah."
"Ibu dan ayahmu harus membuat kamu mengerti betapa seriusnya masalah ini. Bukan hanya karena kamu membolos dari sekolah, tetapi karena kebohonganmu terhadap kami. Hukuman disiplinmu akan berlangsung selama tiga hari. Untuk menebus dosamu, kamu harus tidur di loteng setiap hari dan tinggal di sana sendirian."

Demikianlah, Steven kecil naik ke loteng dan tempat tidurnya disiapkan di sana.
Malam itu adalah malam yang paling panjang bagi Steven; dan mungkin malam yang lebih panjang lagi bagi kedua orang tuanya. Ayah Steven merusaha membaca koran, namun kata-kata yang tertulis di koran tersebut seakan-akan kabur. Ibunya mencoba menjahit, tetapi ia tidak dapat memasukkan benang ke lobang jarum.

Akhirnya, tibalah saatnya untuk tidur.
Sekitar tengah malam, ketika sang ayah berbaring di tempat tidurnya sambil memikirkan betapa kesepian dan ketakutannya Steven di loteng, akhirnya ia berkata kepada istrinya:
"Apakah kamu masih terjaga?"
"Ya, aku tidak dapat tidur karena memikirkan Steven."

Satu jam kemudian, ia bertanya lagi:
"Apa kamu sudah tidur?"
"Belum," jawab sang istri, "Aku tidak dapat tidur karena memikirkan Steven yang tidur sendirian di loteng itu."
"Begitu juga dengan aku."

Satu jam lagi berlalu. Sekarang pukul 2 pagi.
"Aku sudah tidak tahan!" seru sang ayah. Kemudian ia bangun dari tempat tidurnya sambil membawa bantal dan selimutnya, "Aku akan tidur di loteng."

Di loteng, ia menemukan Steven dalam keadaan yang diperkirakannya: masih terjaga dengan berurai air mata.
"Steven," kata ayahnya, "aku tidak dapat membatalkan hukuman atas kebohonganmu karena kamu harus tahu betapa seriusnya kesalahan yang telah kau perbuat. Kamu harus mengetahui bahwa dosa, khususnya kebohongan, memiliki akibat-akibat yang sangat buruk. Akan tetapi, ayah dan ibumu tidak tahan menanggung beban pikiran tentang kamu yang tidur sendirian di loteng ini, sehingga ayah datang ke loteng untuk berbagi hukuman dengan kamu."

Setelah selesai mengatakan hal itu, ayah Steven berbaring di samping anak laki-lakinya itu, dan mereka saling berangkulan. Air mata yang mengalir di pipi mereka bercampur menjadi satu saat mereka saling berbagi bantal dan hukuman ..... selama tiga malam."


Dua ribu tahun yang lalu, Allah turun dari tempat tidur-Nya sambil membawa bantal dan selimut-Nya, yang sebenarnya adalah tiga paku besar dan sebuah salib. Ia dipakukan di salib untuk menanggung dosa-dosa kita.
Seharusnya, kitalah yang di paku di salib itu.....



hanya karena kasih setia-Nya,
iwan

Tidak ada komentar: